Lognews201.com, Kuningan-. Kuningan, Jawa Barat adalah salah satu tempat yang memiliki keindahan alam yang sangat luar biasa begitu juga dengan adat dan tradisi yang sangat kaya, kearifan lokal sangat kental di daerah ini seperti Gelaran Sapton atau saptonan dan Panahan Tradisional menjadi daya tarik yang tidak bisa lepas menjadi tontonan dan tuntunan masyarakat Kuningan untuk menyaksikannya.
Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam rangka memperingati Hari Jadi Kuningan ke-524, di Lapangan Sepak Bola Desa Ancaran, Kecamatan Kuningan, Kamis (1/09/2022) kembali menggelar tradisi ini yang sebelumnya sempat vakum karena Pandemi Covid-19.
Rangkaian acara ini selalu diringi dengan Parade keprajuritan, Atraksi seni dari tiap-tiap kademanagan, seba kademanagan ke raja (Bupati), ketangkasan berkuda, dan panahan tradisional. Sehingga ketika kita menyaksikan terasa berada dijaman dahulu, hal ini karena dukungan pakaian tradisional dan iringan musik kasundaan.
Dilansir dari brigadenews.co.id, Acara dimulai dengan Tari Persembahan dan Tari Panahan, Doa, dan Pembacaan Sinopsis Sapton. Dalam gelaran tersebut, di ceritakan tentang Kerajaan Kajene (Kuningan) kembali menampakan diri dengan raja, atau adipati, patih, mantri jero, hingga para tumenggungnya.
Dengan pakaian jaman kerajaannya, tampak lima Kawadanan beserta pasukannya beriringan satu persatu untuk menampilkan atraksi seni, seba dan keunikan lainnya ke bupati atau raja. Dilanjutkan laporan dari pupuhu demang dan langsung di balas oleh bupati atau raja.
selanjutnya, penyerahan seba dari tiap kawedanan dan penyerahan simbolis tombak dan panah kepada Jugul dan peserta panahan oleh bupati/raja. Serta atraksi kejuaraan ketangkasan berkuda, diakhiri dengan panahan tradisional oleh Forkopimda.
Bupat H.Acep Purnama mengatakan bahwa Tradisi Saptonan dan Panahan Tradisional menggambarkan Kerajaan Kajene (Kuningan) pada jaman dahulu, yang sekarang ditampilkan dalam kemasan atraksi pagelaran budaya dengan keunikan yang demikian menarik.
Dahulu, seperti yang dijelaskan Acep bahwa Saptonan merupakan acara rutin setiap hari Sabtu setelah kegiatan seba upeti (persembahan hasil bumi) yang dilaksanakan di sekitar Kerajaan Kajene, kegiatan ini mempunyai makna demikian mendalam seperti, heroisme, dan patriotisme dalam bela negara, serta kebersamaan antara pemerintah dan rakyatnya. Intinya, Saptonan sebagai refleksi dalam menjalin kehidupan sosial masyarakat, rasa kekeluargaan antara rakyat dan pemerintahnya.
Budaya yang bernilai sejarah dan tradisi tinggi diharapkan ini bisa menjadi ciri mandiri atau icon Kabupaten Kuningan yang memiliki kekayaan keindahan alam luar biasa.
Para peserta Saptonan yang disebutkan oleh Kepala Dinas Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Kuningan, DrH.Toto adalah terdiri dari Adipati (sekarang bupati), Patih (Wakil Bupati), Mantri Jero (Sekda), Gedeng (Asisten Daerah/Kadis), Demang (Camat), dimana Kademangan di Kuningan terdiri dari Sura Adipati (wilayah Kecamatan Kuningan), Jaya Giri (wilayah Kecamatan Cilimus), Mandala Jaya (wilayah Kecamatan Ciawigebang), Raksa Kancana Jaya (wilayah Kecamatan Luragung), dan Bratasana Jaya (wilayah Kecamatan Kadugede).
Toto mengatakan bahwa selain ada tumenggung, sekarang kepala desa atau lurah, prajurit adalah para staf kecamatan atau desa dan kelurahan, serta gundal atau jugul yakni juru pelihara kuda dan kusir,” ucapnya.
Ia menuturkan, bahwa Saptonan ini pernah meraih penghargaan penampilan terunik pada ajang Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional (Fotradnas) ke-12 di Solo beberapa waktu silam. Dan itu dapat dijadikan event bergengsi untuk menarik kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. (IKP/DISKOMINFO)
Toto menjelaskan bahwa lain halnya untuk peserta ketangkasan berkuda, yakni mereka yang telah menguasai keahlian menunggang kuda.
“Di acara kali ini hanya 20 orang yang telah direkomendasikan organisasi Pendokar Kuningan, sementara untuk peserta Panahan Tradisional dari anggota Perpani Kabupen Kuningan,” pungkas Toto. (Dunkz)