Oleh : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan.
"Kabinet" DPD KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Kabupaten Indramayu dibawah pimpinan Hamzah Fansuri telah resmi dilantik dalam prosesi pelantikan di loby gedung DPRD Indramayu (Sabtu, 20/1/2024). Dihadiri H. Syaefudin, ketua DPRD Indramayu, perwakilan Kodim dan Polres tanpa kehadiran bupati Indramayu Nina Agustina.
Ketidakhadiran bupati Nina Agustina dapat "dimaklumi" dalam konteks kesibukan urgensi kerja yang sulit ditinggalkan atau halangan "dhoruriyah" tapi problematik dari sisi "democtratic accountability"- mengutip Francis Fukuyama, jika ketidakhadirannya karena figur ketua KNPI Indramayu yang dilantik bukan "preferensi" politiknya.
Paradigma "democtratic accountability" Francis Fukuyama, pemikir politik modern di atas mengandaikan bahwa pemimpin politik (pejabat publik yang dipilih dalam mekanisme demokratis) memiliki tingkat indeks demokrasi yang baik jika ia toleran terhadap perbedaan afiliasi politik dan demikian sebaliknya.
Terlepas dari persoalan di atas tantangan KNPI Indramayu ke depan pasca pelanikan relatif sama spektrum tantangannya dengan umumnya pemuda di Indonesia di era kategorisasi usia disebut "generasi milenial" dengan rentang usia dari usia 24 tahun hingga 39 tahun.
Inilah generasi dalam penelitian "Boston consulting group" dicirikan dengan "no gadget no life" (ketergantungan) pada smartphone), gampang bosan, cepat lelah membaca, kaya informasi tapi miskin literasi, instan dan lain lain.
Dalam perspektif itu DPD KNPI Indramayu berdayung di antara "idealisme" dan "pragmatisme" untuk ditarik dalam kompromi "tengah" dalam paradigma "Ushul fiqih NU" disebut "tawasut", idealisme yang berkompromi dengan realitas sosiologis, sebuah kompromi taktis berbasis "value" dan nilai kejuangan .
Itulah tafsir politis penulis atas tagline tematik pelantikan DPD KNPI kab Indramayu "bergerak harmoni, wujudkan visi" atau dalam visi keindonesiaan Cak Nur (Prof Dr. Nurcholis Madjid) "Integrasi visi dalam keragaman aspirasi".
Di Indramayu sependek pengamatan penulis aktivis KNPI dari beragam OKP seperti PMII, HMI, pemuda Kosgoro, Ansor dan lain lain memilih jalur perjuangan politik praktis lintas partai dengan merintis jalan menjadi Anggota DPRD.
Tentu tanpa menafikan perjuangan dalam spektrum lain misalnya dunia akademik, berebut menjadi "pegawai" penyelenggara pemilu, "pegawai kantoran" dan aktivis advokasi buruh migran.
Pilihan menjadi "politisi" kata H. Agus Salim, tokoh perintis diplomasi Indonesia adalah pilihan "jalan menderita" tapi dalam pandangan Al Mawardi dalam kitab "Al ahkam al sulthaniyah" disebut "jalan mulia dan beradab'.
Dengan kata lain politik adalah perjuangan berat di jalan mulia dan beradab untuk -mengutip diksi Al Qur an "liyabluakum ayyukum Ahsanul amala (Al Mulk, 2), sebuah proses seleksi "sunnatullah" tentang siapa diantara mereka terbaik kontribusi amaliahnya kepada publik.
Pun demikian aktivis KNPI Indramayu dalam spektrum perjuangan lain. Proses "jual beli" gagasan dan "tukar tambah" ide adalah cara agar tidak "menyempitkan" diri dalam interaksi sosial yang beragam dalam peta perjuangan advokasi publik sejauh bernilai "konstruktif" dan tidak dilakukan dengan cara cara "konspiratif" dan destruktif.
Selamat, semoga menjadi "jembatan" menyambung harapan masa depan.


