الإثنين، 15 كانون1/ديسمبر 2025

Pendidikan Universal yang Membumi: Menenun Toleransi dari Rumah Hingga Benua

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

Disarikan dari Dzikir Jumat Syaykh Al Zaytun oleh Ali Aminulloh 

lognews.co.id, Indonesia - Tradisi di Mahad Al Zaytun setiap selesai Shalat Jumat, Syaykh menyampaikan taushiyah yang dikenal dengan Dzzikir Jumat. Momentum ini bukan hanya ruang spiritual, tapi juga ruang reflektif yang menautkan iman dan peradaban. Pada Jumat, 11 Juli 2025, Syaykh menyampaikan refleksi tentang pendidikan universal — sebuah ajakan untuk melihat pendidikan sebagai cahaya yang menembus batas geografis, budaya, dan pikiran.

Dalam paradigma pembelajaran universal, setiap institusi pendidikan perlu memiliki tidak hanya moto utama, tetapi juga moto geografis yang memperkuat identitas dan arah geraknya di panggung global. Moto utama menjadi ruh, sementara moto geografis adalah tempat berpijak dan berkarya.

Moto utama kita adalah: “Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian.” Moto ini menjadi jiwa dari visi pendidikan yang sehat, cerdas, dan manusiawi.

Namun, jiwa butuh raga. Maka lahirlah moto geografis sebagai penanda arah dan keberpihakan:  

- Indonesia rumahku  

- Asia halaman rumahku  

- Australia, Afrika, Amerika, dan Eropa tempat rekreasiku

Di sini, "rekreasi" bukan sekadar melancong, tetapi merupakan proses penciptaan dan pembaruan. Rekreasi adalah re-kreasi, yakni membentuk kreasi baru dari keberagaman dan interaksi lintas budaya. Maka, halaman rumah perlu kita jangkali. Benua-benua lainnya tak hanya jadi tempat singgah, tapi laboratorium kreasi, tempat bertumbuh bersama dan membentuk makna baru kemanusiaan.

Dengan melihat peta dunia bukan sebagai pembatas wilayah, melainkan sebagai kanvas kolaborasi, kita memupuk semangat Rahmatan lil ‘Alamin agar bukan sekadar semboyan, melainkan nyata dan membumi.

Maka, program pendidikan harus menjawab pertanyaan besar: Di mana rumahku?  

Karena dari sinilah kurikulum, pedagogik, dan arah kebijakan dijabarkan. Semua bermula dari kesadaran akan tempat berpijak. Dari rumah kita, halaman kita, hingga tempat rekreasi kita — kita merajut benang toleransi dan perdamaian dalam satu tarikan napas.

Dengan pemahaman yang utuh ini, kita tidak akan tumbuh menjadi bangsa yang gumunan, kagetan, dan akhirnya menjadi bangsa yang dumeh. Sebaliknya, kita menjadi bangsa pembelajar yang mengakar, merayakan keberagaman, dan mencipta masa depan.

 

 Eilog: Dari Masjid ke Dunia, dari Diri ke Peradaban

Dari lantai masjid Mahad Al Zaytun, gema Dzzikir Jumat tak hanya meresonansi di hati para santri, tetapi juga menyelinap ke langit Nusantara dan cakrawala global. Dari rumahku, Asia sebagai halaman, dan dunia sebagai taman kreasi — kita melangkah sebagai pejalan budaya, pemikul nilai, dan penjaga cahaya.

Karena pendidikan sejati bukan sekadar pengajaran, tetapi penanaman makna. Bukan hanya mempersiapkan masa depan, tapi memperindah hari ini. Maka mari kita terus berkarya dan berkreasi, dengan semangat universal yang membumi, agar bangsa kita tak hanya terbilang, tapi juga menjadi cahaya bagi dunia.