Monday, 15 December 2025

Beragam Spesies Ubur-Ubur Api dengan Tingkat Bahaya Berbeda

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

lognews.co.id – Penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan tentang ubur-ubur api (Portuguese man o’ war), makhluk laut beracun yang kerap ditemukan di berbagai pantai dunia, termasuk Indonesia. Selama bertahun-tahun, ubur-ubur api diyakini hanya terdiri dari satu jenis yang tersebar di seluruh samudra. Namun, riset genetik terkini membuktikan bahwa ubur-ubur api sebenarnya terdiri dari empat hingga lima spesies berbeda yang tidak saling kawin silang, meski hidup berdampingan di lautan terbuka.

Ubur-ubur api dikenal luas karena bentuknya yang unik: gelembung bening berwarna biru keunguan yang tampak mengapung di permukaan air, serta tentakel panjang yang bisa menjuntai hingga sembilan meter. Makhluk ini bukan ubur-ubur sejati, melainkan koloni hewan kecil yang bekerja sama membentuk satu organisme. Beberapa bagian tubuhnya bertugas menangkap mangsa, mencerna makanan, berkembang biak, dan menjaga gelembung tetap terapung. Di sepanjang tentakelnya, ribuan sel penyengat atau nematosista siap melepaskan racun yang sangat menyakitkan, bahkan bisa menyebabkan rasa terbakar, gatal hebat, hingga kesulitan bernapas bagi manusia yang tersengat.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Current Biology menganalisis 151 sampel DNA dan ribuan foto ubur-ubur api dari seluruh dunia. Hasilnya, para ilmuwan berhasil mengidentifikasi setidaknya empat spesies utama, yaitu Physalia physalis, Physalia utriculus, Physalia megalista, dan Physalia minuta. Physalia physalis merupakan spesies terbesar dan paling dikenal, tersebar di banyak samudra. Physalia utriculus lebih kecil dan umum ditemukan di Australia serta Selandia Baru. Physalia megalista memiliki gelembung ungu kebiruan yang mencolok dan banyak hidup di Samudra Atlantik. Sementara itu, Physalia minuta adalah spesies terkecil yang ditemukan di selatan Selandia Baru, hampir transparan namun tetap beracun. Peneliti juga menemukan kemungkinan adanya spesies kelima yang masih dalam tahap identifikasi. Setiap spesies memiliki ciri fisik, ukuran, dan tingkat bahaya yang berbeda, namun semuanya berbahaya bagi manusia.

Pengetahuan baru tentang keberagaman spesies ubur-ubur api sangat penting untuk keselamatan wisatawan pantai, pengelolaan ekosistem laut, dan penelitian medis. Setiap spesies memiliki panjang tentakel dan kandungan racun yang berbeda, sehingga informasi ini membantu petugas pantai memprediksi tingkat risiko sengatan. Selain itu, racun ubur-ubur api juga berpotensi dikembangkan sebagai bahan obat di masa depan, misalnya untuk pengobatan nyeri dan gangguan saraf.

Di Indonesia, ubur-ubur api kerap ditemukan di pantai selatan Jawa, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara, terutama saat musim angin timuran atau badai. Jika menemukan gelembung biru mengapung di air atau terdampar di pasir, masyarakat diimbau untuk tidak menyentuhnya, meski terlihat sudah mati, karena sengatannya tetap aktif dan berbahaya. Semua spesies ubur-ubur api yang telah diidentifikasi sama-sama memiliki racun yang berbahaya bagi manusia. Tidak ada satu pun yang aman disentuh, termasuk yang sudah mati di pantai.

Selain analisis DNA, ilmuwan juga memanfaatkan ribuan foto yang diunggah masyarakat ke platform iNaturalist. Dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan, foto-foto ini dicocokkan dengan data genetik untuk mengidentifikasi spesies secara akurat. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat umum juga berperan penting dalam penelitian ilmiah modern.

Penemuan bahwa ubur-ubur api terdiri dari beberapa spesies berbeda mengubah pemahaman dunia ilmiah dan meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya sengatannya. Wisatawan pantai di Indonesia dan seluruh dunia diimbau untuk mengenali dan menghindari ubur-ubur api demi keselamatan diri. Semua informasi ini menegaskan pentingnya edukasi publik dan pengawasan pantai agar tidak terjadi kasus sengatan yang membahayakan jiwa. (Amri-untuk Indonesia)