Tuesday, 16 December 2025

Peluang Ganjar Pranowo Dalam Pilpres 2024

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

 

lognews.co.id, Indramayu - Dalam update dinamika politik terakhir merapatnya partai Golkar dan PAN secara "exposed" di panggung politik terbuka ke capres Prabowo dibaca publik memunculkan proyeksi bacaan politik "baru" bahwa kontestasi pilpres 2024 akan diwarnai rivalitas "king maker" antara Jokowi  pro Prabowo versus Megawati Soekarno Puteri, jangkar politik utama Ganjar Pranowo.

 
Pilpres 2024 tidak memadai lagi hanya dikonstruksi dan dibaca sekedar kontestasi politik bersifat "head to head" antara poros politik "keberlanjutan" versus poros "perubahan" (Anies Baswedan) melainkan lebih rumit dan tumpang tindih dalam konteks perebutan narasi politik "keberlanjutan" Jokowi antara capres Prabowo dan capres Ganjar Pranowo berkelindan dengan posisi politik PDI Perjuangan.
 
Karena itu membaca peluang Ganjar Pranowo dalam pilpres 2024 tidak dapat disederhanakan ibarat kontestasi pilpres 2014 di mana Jokowi dengan dukungan "blocking" koalisi politik "ramping" mampu memenangkan pilpres 2014 versus Prabowo yang didukung koalisi  "gemuk" sebagaimana akhir akhir ini selalu dijadikan "sanad historis" oleh sejumlah elite nasional PDI Perjuangan.
 
Faktor PKB sangat signifikan dalam memberikan insentif kemenangan elektoral Jokowi dalam pilpres 2014 meskipun diusung koalisi "ramping". PKB dalam konteks ini memiliki "moral ideologis" mendowngrade ruang elektoral Prabowo dan effektif menarasikan isu isu ancaman radikadisme. Inilah yang tidak dimiliki Ganjar Pranowo dalam pilpres 2024 kali ini.
 
Sependek analisa dan se dangkal perspektif penulis betapa pun kuat dan solidnya basis rumpun pemilih nasionalis PDI Perjuangan memback up ruang elekoral Ganjar Pranowo akan sulit kompetitif secara elektoral bersaing dengan Prabowo di mana dalam pilpres 2024 kali ini Prabowo mendapat "berkah" didukung PKB. 
 
Anasir PKB dan Cak Imin, ketua umum PKB, dalam "blocking" koalisi Prabowo menyulitkan kubu Ganjar Pranowo membingkai Prabowo secara politik dengan sentiment negatif isu isu radikalisme sebagaimana dulu effektif dilakukan dalam memenangkan Jokowi dalam kontestasi pilpres 2014 dan 2019.
 
Kecuali PDI Perjuangan berhasil  "memasok" cawapres Ganjar Pranowo dari figur "genuine" Nahdaltul Ulama (NU) - bukan figur "luar" yang mendadak dibranding atau "dinaturalisasi" ke NU an secara aksesoris dan artifisial.
 
Hal ini penting untuk "memecah" basis pemilih sosial santri yang dalam penelitian Clifford Gertz (1956) bertumpu dalam jaringan sosial pesantren "kitab kuning" (NU).
 
Semata mata "menjual" program keagamaan tanpa konektivitas dengan figur NU dalam posisi cawapres Ganjar tentu ambang batas psyikhologis pemilih warga NU akan "alot" menerimanya.
 
Sebaliknya jika cawapres dari Probowo  karena pertimbangan "deal deal" realisme pragmatis tidak mengambil dari anasir tokoh NU meskipun Prabowo didukung PKB maka persaingan perebutan basis sosial pemilih santri akan semakin ketat dan rumit antara Ganjar Pranowo dan Prabowo.
 
Artinya, sekali lagi, pilires 2024 tidak memadai lagi dipersempit hanya dalam konteks perebutan "pengaruh" Jokowi dengan narasi besar "keberlanjutan" karena - suka tidak suka - baik Prabowo maupun Ganjar adalah bagian dari "irisan" politik Jokowi -  melainkan siapa berhasil "merebut" mayoritas basis pemilih sosial santri akan berpeluang memenangkan pilpres 2024.
 
Dalam konteks yang lain jika pertarungan Ganjar versus Prabowo tenggelam dalam "ikan dalam kolam" (mengutip judul lagu pop semi qosidah yang lagi hit) tentu akan menimbulkan "turbulensi" politik yang memungkinkan kubu "perubahan", yakni Anies Baswedan akan mendapatkan "insentif" elektoral dan keuntungan politik dari rivalitas Ganjar versus Prabowo.
 
Inilah "sexi" dan menariknya kontestasi pilpres 2024. Episode "cebong" versus "kadrun", dan "kampret" telah berakhir menjadi alat effektif untuk mendowngrade identitas rival politik. Narasi "keberlanjutan" versus "perubahan" berkelindan rumit dan tumpang tindih dalam perebutan narasi "keberlanjutan" antara Ganjar Pranowo dan Prabowo.
 
Mari kita nikmati pilpres 2024 dengan kerumitannya sebagaimana kita nikmati drama final piala dunia 2022 antara Argentina versus Francis. Tegang tapi fair play dan menghibur. (H. Adlan Daie/Pemerhati Politik dan Keagamaan)