PEMILU
Wednesday, 11 June 2025
Previous Next

LSTEAM: Pendidikan Baru dari Jejak Daud dan Yunani untuk Membangun Negara Hukum

User Rating: 3 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar InactiveStar Inactive
 

Prolog: Mensyukuri Akhir Semester dengan Visi Pendidikan Baru

lognews.co.id - Kita bersyukur telah sampai di ujung semester, meskipun jeda semester kali ini bertepatan dengan libur Idulfitri, maka saat ini kegiatan belajar tetap berjalan. Inilah semangat yang sejak awal menjadi ruh Mahad kita: pendidikan tidak berhenti, karena ujung dari semua proses ini adalah melahirkan generasi basthatan fil ‘ilmi wal jismi—luas ilmunya, kuat jasmaninya.

Basthah dalam Konteks Sejarah Peradaban

Ungkapan basthatan fil ‘ilmi wal jismi ini tidak sekadar doa, tapi telah menjadi arah revolusi pendidikan Mahad. Jika kita menelusuri kembali sejarah, istilah ini muncul di era Nabi Daud ‘alaihis salam—raja yang juga nabi, pemimpin perang yang juga pemimpin ilmu. Salah satu peristiwa paling monumental adalah ketika beliau, sebagai pemuda bernama Daud, mengalahkan Jalut (Goliath) dalam sebuah peperangan. Peristiwa ini bukan sekadar kisah heroik, tapi tonggak perubahan zaman, dari ketakutan kepada kekuatan, dari ketundukan kepada kemerdekaan.

Mari kita lihat lebih luas. Dalam kurun waktu sekitar 400–500 SM, di lingkaran dunia Yunani, muncul pula para pemikir yang pengaruhnya terasa hingga kini: Sokrates, Plato, Aristoteles. Merekalah bapak-bapak filsafat yang menghidupkan cara berpikir kritis dan rasional. Bahkan sebelum mereka, ada tokoh-tokoh filsafat yang mengungkapkan gagasannya melalui drama, seperti Aristophanes, yang tak mengajarkan secara doktrinal, tapi menyelipkan pesan melalui tragedi dan satire panggung.

Filsafat Sebagai Titik Nol Pendidikan

Metode Sokrates yang terkenal dengan dialog dan pertanyaan, dikenal sebagai thariqah su’al, telah menanamkan budaya berpikir mendalam. Ia bertanya, dan tidak berhenti bertanya sampai paham. Pendekatannya menjadi semacam mimbar pendidikan baru. Namun, ketika pemikirannya dianggap membahayakan pikiran pemuda, ia dipaksa minum racun, dijatuhi hukuman mati oleh sistem yang belum siap menerima pencerahan.

Ironis, tokoh besar seperti Aristophanes yang semula memprovokasi akhirnya menyaksikan murid-murid Sokrates seperti Plato bangkit dan mendirikan Akademi, mengubah pendekatan dari mimbar ke ruang pembelajaran. Dari Plato, lahir Aristoteles yang tetap teguh berdiri atas ilmu. Di sinilah pendidikan berbasis filsafat, teologi, dan sains mulai tumbuh, berdampingan dengan pendidikan berbasis militer seperti yang berkembang di Sparta. Athena mendidik hakim dan pemikir; Sparta mencetak tentara dan bahkan melatih wanita agar kuat dan melahirkan generasi pejuang.

Integrasi Basthah: Ilmu dan Kemiliteran

Dari Daud hingga Yunani, lahir dua kutub penting dalam pendidikan: ilmu dan kekuatan. Maka rumusan basthatan fil ‘ilmi wal jismi bukan sekadar ideal, tapi telah terjadi dalam sejarah. Al-Zaytun membaca ini sebagai novum gradum—langkah baru—yang tidak anti militer, tapi tidak juga militeristik. Kombinasi ini melahirkan format pendidikan yang seimbang: filsafat untuk nalar dan militer untuk disiplin.

Lahirnya Konsep LSTEAM: Jawaban atas Krisis Pemahaman Hukum

Dalam konteks pendidikan modern, dikenal pendekatan STEAM: Science, Technology, Engineering, Art, dan Mathematics. Namun di Indonesia, pendekatan ini belum cukup menjawab krisis terbesar kita—yakni lemahnya kesadaran hukum. Padahal, kita adalah negara hukum. Hukum sudah diajarkan dari TK hingga perguruan tinggi, tapi belum teraplikasi dalam perilaku.

Inilah mengapa perlu penambahan elemen keenam: Law (Hukum). Maka lahirlah konsep LSTEAM—pendidikan berbasis Law, Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics.

Mengapa L di depan? Karena hukum harus menjadi dasar pijakan. Hukum adalah sistem yang mengatur kehidupan berbangsa demi mewujudkan ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Bila hukum tidak dipahami sejak dini, bagaimana mungkin bangsa ini bisa tertib dan adil?

Menerapkan Pendidikan Hukum Sejak PAUD

Kita sudah mengajarkan fikih, tapi tidak mengaplikasikan hukum dalam praktik. Maka, L harus dimunculkan sejak PAUD, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Anak-anak harus belajar mengenal dan mencintai hukum sejak dini, bukan hanya dalam teks tapi dalam konteks kehidupan.

Inilah novum gradum khutwah jadidah—langkah baru dan seruan baru yang berpijak dari kisah Nabi Daud, terinspirasi oleh filsafat Yunani, diramu dalam konsep pendidikan modern yang relevan. Kita tidak memisahkan antara militer dan pendidikan, tapi menjadikan keduanya satu dalam format LSTEAM.

Epilog: LSTEAM, Jalan Menuju Generasi Adil dan Kuat

Indonesia bukan hanya butuh ilmuwan atau tentara. Kita butuh manusia yang basthatan fil ‘ilmi wal jismi—berilmu sekaligus kuat. Tapi di atas semuanya, kita butuh manusia yang memahami hukum. Maka pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang menyatukan semuanya: filsafat, hukum, sains, seni, dan kekuatan. LSTEAM bukan hanya akronim, tapi arah baru pendidikan bangsa.

( Disarikan dari Dzikir Jumat Syakh Al Zaytun, 23 Mei 2025 oleh Ali Aminulloh)