Saturday, 13 December 2025

Akad Kesepahaman Pendidikan di Al Zaytun: Kolaborasi Membangun Generasi Abad XXI

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

(Seri mengenal tradisi tradisi di Al Zaytun)

 

Oleh Ali Aminulloh

Membangun Ekosistem Pendidikan Kolaboratif

lognews.co.id, Indonesia - Pendidikan sejatinya adalah upaya kolektif yang tak bisa dijalankan secara sepihak. Di Mahad Al-Zaytun, prinsip pendidikan kolaboratif menjadi landasan utama dalam membentuk karakter dan potensi santri. Filosofi ini menekankan bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya bergantung pada peran sekolah semata, melainkan juga memerlukan keterlibatan aktif dari orang tua. Dalam konteks pendidikan berasrama seperti di Al-Zaytun, sinergi antara guru, pembimbing asrama, dan manajemen pendidikan dengan para orang tua menjadi krusial.

Rutinnya pertemuan antara wali santri, santri, pembimbing asrama, dan guru merupakan wujud nyata dari komitmen kolaboratif ini. Forum-forum ini menjadi wadah strategis bagi seluruh pihak untuk saling berbagi informasi, membangun pemahaman bersama, dan menyatukan langkah dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan pendidikan Al-Zaytun. Dengan demikian, tercipta sebuah ekosistem pendidikan yang utuh, di mana setiap elemen saling mendukung dan melengkapi demi perkembangan santri yang optimal.

 

Fondasi Komitmen Melalui Akad Kesefahaman

Upaya membangun kesefahaman ini diawali dengan tahapan formal-administratif yang serius, yaitu melalui penandatanganan akad kesefahaman saat penerimaan santri baru. Pada penerimaan santri baru tahun 2025, penandatanganan akad kesefahan dilaksanakan, Senin, 23 Juni 2025. Proses ini merupakan bagian tak terpisahkan dari rangkaian kegiatan penerimaan yang diawali dengan wawancara mendalam terhadap calon santri dan orang tua. Wawancara tersebut dirancang untuk menggali motivasi pendidikan di Al-Zaytun, baik dari sudut pandang anak maupun orang tua, serta menanamkan niat yang lurus dalam mendidik anak sejak dini.

Dalam dialog tersebut, dibahas pula mengenai pentingnya tata tertib dan disiplin, serta kesiapan santri dan orang tua untuk menjalankannya dengan baik. Kedua belah pihak diajak memahami batasan-batasan, hak, kewajiban, dan konsekuensi dari setiap tindakan. Penanganan masalah yang mungkin timbul di kemudian hari juga menjadi topik diskusi, memastikan kesiapan bersama dalam menghadapi tantangan. Tak hanya itu, aspek pembiayaan pendidikan dengan beragam pilihan pembayaran turut dibahas secara transparan. Yang tak kalah penting, wawancara juga menjadi forum untuk menegaskan komitmen orang tua agar tidak terlibat dalam aktivitas yang bertentangan dengan norma ilahiah dan kebangsaan, serta diajak untuk berpikir lurus demi kemajuan bangsa.

Kesepakatan yang terbangun dari dialog ini tidak hanya berhenti pada lisan, melainkan dituangkan secara tertulis menjadi sebuah pernyataan dan komitmen. Mengutip pepatah Latin, "Verba volant, scripta manent" (kata-kata lisan bisa terbang atau terlupakan, tetapi tulisan tidak berubah). Untuk memberikan kekuatan hukum yang mengikat, akad kesefahaman ini kemudian dikukuhkan di hadapan notaris. Akad ini berisi poin-poin penting yang telah didialogkan dalam wawancara, mencakup hak dan kewajiban kedua belah pihak, khususnya mengenai kesiapan menjalankan tata tertib, disiplin, dan pembayaran biaya pendidikan. Dari pihak orang tua, penandatanganan dilakukan oleh salah satu orang tua atau walinya, sementara dari pihak Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) ditandatangani oleh Ketua YPI, Datuk Sir Imam Prawoto, KRSS., MBA., CRBC.

Praktik akad kesefahaman pendidikan ini telah dijalankan secara konsisten sejak penerimaan santri baru pada tahun 1999 hingga saat ini. Beberapa notaris terkemuka telah ditunjuk sebagai rekanan Mahad, mulai dari Hj. II Rokayah Sulaeman, S.H. dari Subang, kemudian berganti ke Bambang Haryanto, S.H. dari Indramayu pada tahun 2012, lalu Doddy Saeful Islam, S.H. dari Indramayu, dan yang terakhir adalah Sofyan Syarif Pirsada, S.H. dari Indramayu. Model naskah perjanjian yang digunakan adalah waarmerking, di mana naskah dibuat oleh pihak YPI dan notaris hanya melegalisasi perjanjian kesefahaman ini.

 

Kekuatan Hukum dan Refleksi Keimanan

Keberadaan akad kesefahaman yang dikukuhkan notaris menunjukkan keseriusan Mahad Al-Zaytun dalam menjalankan pendidikan. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah komitmen serius yang memiliki kekuatan hukum. Implikasinya, orang tua juga diajak untuk menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh. Mereka tidak hanya menitipkan anak, tetapi juga menjadi bagian integral yang berkiprah aktif dalam proses pendidikan.

Kaidah fikih menyatakan, "Al-ashlu fi al-aqdi ridha al-muta'aqidayn wa natijatuhu ma iltizamuhu bi at-ta'aqudi" (Asal dari akad/perjanjian itu adalah kesepakatan kedua belah pihak, dan kesimpulannya adalah berlakunya apa yang disepakati mereka). Ini mengandung pesan moral yang mendalam bahwa kedua belah pihak harus berkomitmen penuh. Allah SWT sendiri memerintahkan hamba-Nya untuk menunaikan janji. Dalam Surah Al-Maidah ayat 1 disebutkan, "Ya ayyuhalladzina amanu aufuu bi al-'uqud" (Wahai orang-orang yang beriman, tunaikanlah janji-janjimu).

Dengan demikian, perjanjian kesefahaman ini bukan hanya persoalan administratif, melainkan sebuah refleksi dari keimanan seseorang. Dimensinya menjadi lebih luas, menegaskan bahwa pelanggaran terhadap kesepakatan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan juga menyangkut status keimanan. Inilah yang menjadi pemicu bagi setiap pihak untuk menjalankan komitmen dengan sepenuh hati dan keseriusan.

 

Epilog: Mendidik Implementasi Pengabdian kepada Allah.

Keseluruhan bingkai pendidikan di Mahad Al-Zaytun, yang terangkum dalam setiap jalinan kolaborasi dan kokohnya akad kesefahaman, bukanlah sekadar proses persekolahan biasa. Ia adalah wujud nyata dari pengabdian tulus kepada Ilahi, yang dipersembahkan demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta. Ketika setiap individu, baik santri, orang tua, guru, maupun seluruh elemen pesantren, berkorban harta, tenaga, pikiran, waktu, bahkan jiwa, semuanya diniatkan semata-mata untuk meraih keridaan Allah SWT.

Inilah yang kemudian menjadi tagline abadi pendidikan Al-Zaytun: "Mendidik dan membangun semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT." Sebuah panggilan jiwa yang merangkum esensi perjuangan, menegaskan bahwa setiap tetes keringat, setiap upaya, dan setiap doa yang terpanjat di Mahad Al-Zaytun adalah investasi tak ternilai untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas dan terampil, tetapi juga berintegritas, berbakti, dan senantiasa bersandar pada ridha-Nya. Semoga semangat ini terus menyala, menginspirasi kita semua untuk selalu berkontribusi dalam membangun peradaban yang lebih baik, dimulai dari pendidikan yang kokoh berlandaskan keimanan dan kebangsaan.