Tuesday, 16 December 2025
Previous Next

Hukum Sebagai Nafas Pendidikan: Membangun Generasi Emas Berkarakter di Era Kontemporer

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh : Ali Aminulloh

lognews.co.id - Pendidikan dihadapkan pada tantangan zaman yang semakin kompleks. Di tengah derasnya arus informasi dan dunia yang serba terhubung, penanaman nilai dan karakter menjadi fondasi yang tak tergantikan. Pada pelatihan pelaku didik Al-Zaytun sesi ke-12, Ahad, 24 Agustus 2025, Prof. Dr. Hj. Rodiyah Tangwun Arie, S.Pd., S.H., M.Si., CMe., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES), mengupas tuntas bagaimana hukum dapat menjadi nafas yang menjiwai pendidikan untuk melahirkan generasi unggul.

Menghadapi Era Post-Truth dengan Pendidikan Berkarakter

Kita hidup di era kontemporer, sebuah zaman di mana batas antara kebenaran dan kebohongan menjadi kabur. Fenomena yang dikenal sebagai post-truth ini mengancam sendi-sendi kehidupan, di mana fakta yang teramati oleh panca indera bisa dimaknai secara berbanding terbalik. "Benar serasa salah, salah terasa benar. Tergantung bagaimana kita membingkainya," ujar Prof. Rodiyah.

Dalam kondisi seperti inilah, pendidikan tidak cukup hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) semata. Jauh lebih penting dari itu adalah membangun manusia yang berkarakter, beriman, dan memiliki ideologi yang kuat. Integritas, etika, dan kesadaran hukum menjadi pilar utama untuk menghadapi dunia yang penuh dengan disinformasi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan, khususnya pondok pesantren sebagai miniatur masyarakat , memegang peran krusial dalam membentuk warga negara yang baik (good citizenship).

IMG 20250825 WA0043

Hukum sebagai Jiwa dalam Setiap Materi Ajar

Hukum sejatinya tidak hidup di ruang hampa; ia menyentuh setiap aspek kehidupan, termasuk dalam interaksi dengan alam semesta. Gagasan inilah yang mendasari pentingnya mengintegrasikan hukum ke dalam setiap disiplin ilmu melalui pendekatan L-STEAMS (Law, Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics, and Spiritual).

Menurut Prof. Rodiah, hukum dapat menjiwai seluruh materi ajar melalui tiga peran utama:

1. Sebagai Filter Nilai: Setiap inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi harus melewati saringan nilai hukum dan etika. Sebagai contoh, pengembangan teknologi kloning atau nuklir secara ontologis mungkin bebas nilai, namun dalam pemanfaatannya (aksiologi), ia terikat oleh nilai kemanusiaan.

2. Sebagai Rambu Pengarah: Hukum berfungsi sebagai pemandu agar proses pendidikan berjalan secara adil dan tertib. Salah satu contoh konkretnya adalah perlindungan hak cipta atas karya-karya siswa, yang mendorong kreativitas sekaligus memberikan pengakuan hukum.

3. Sebagai Pengikat Integritas: Dalam dunia akademik, hukum menjadi benteng untuk mencegah plagiarisme, manipulasi data, dan eksperimen berisiko tinggi yang dapat merugikan.

Strategi Implementasi L-STEAMS Berbasis Hukum di Pondok Pesantren

Pondok pesantren modern seperti Al-Zaytun memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam implementasi pendidikan berbasis L-STEAMS. Dengan sumber daya yang melimpah, semangat inovasi, dan kemandirian, pesantren dapat menjadi pusat pengembangan teknologi yang tidak hanya canggih tetapi juga bertanggung jawab secara hukum dan etika.

Beberapa strategi yang dapat diimplementasikan antara lain:

• Integrasi Kurikulum: Memasukkan wawasan hukum (legal insight) yang relevan ke dalam setiap mata pelajaran. Contohnya, dalam pelajaran Fisika, dibahas pula hukum terkait keselamatan kerja di laboratorium.

• Pembelajaran Kontekstual: Mengajak siswa untuk melakukan studi kasus hukum terkait inovasi di bidang teknologi, ekonomi, atau seni.

• Proyek Inovasi dengan Studi Kelayakan Hukum: Mendorong siswa untuk menciptakan teknologi, seperti aplikasi pertanian modern berbasis Internet of Things (IoT), yang disertai dengan pemahaman tentang perlindungan data, kontrak kerja sama, dan regulasi pangan.

Dengan demikian, pesantren tidak hanya mencetak ahli di bidangnya, tetapi juga teknokrat yang sadar hukum dan berakhlak mulia.

Mencetak Generasi Emas: Cerdas Intelektual, Emosional, dan Spiritual

Pada akhirnya, tujuan luhur pendidikan adalah memuliakan manusia. Cerdas secara intelektual saja tidak cukup. Manusia modern dituntut untuk memiliki kecerdasan majemuk yang mencakup kecerdasan emosional, sosial, spiritual, bahasa, hingga kinestetik.

Pendidikan yang berhasil adalah yang mampu menempatkan adab di atas ilmu. Proses belajar bukan sekadar transfer ilmu, melainkan sebuah proses penanaman nilai, etika, dan spiritualitas. Dalam konteks ini, hukum berperan sebagai kompas yang mengarahkan pendidikan untuk membentuk manusia berkarakter, tangguh, dan ulet, yang hidup dalam suatu keyakinan yang kokoh.

Epilog: Kekuatan Ikhlas dalam Membangun Peradaban

Di atas semua kecerdasan dan pencapaian, ada satu kekuatan yang menjadi puncak dari segalanya: 

the power of ikhlas. Keyakinan bahwa tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa izin Tuhan akan membawa kedamaian dan kekuatan dalam menghadapi segala tantangan. Pendidikan yang dilandasi keikhlasan akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas dan benar, tetapi juga generasi yang hatinya terpaut pada Sang Pencipta.

Pada akhirnya, para pendidik adalah pejuang peradaban. Mereka adalah orang-orang tangguh yang dengan sabar menanamkan nilai, menjaga rasa, dan membuka cakrawala bagi para generasi penerus. Sebab, mendidik adalah sebuah perjalanan suci untuk melayani, mengabdi, dan mengantarkan anak manusia menuju derajat tertinggi di sisi Tuhannya, membangun sebuah generasi emas yang akan membawa Indonesia menuju puncak kejayaan