الجمعة، 18 تموز/يوليو 2025

Menjaga Tradisi, Mengukir Inovasi: Penerimaan Peserta Didik Baru di Ma'had Al-Zaytun

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

(Seri mengenal tradisi-tradisi di Al Zaytun)

Oleh Ali Aminulloh

1. Ketika Nomenklatur Berganti, Al-Zaytun Tetap Konsisten

lognews.co.id - Di tengah hiruk pikuk perubahan sistem pendidikan nasional yang kerap kali ditandai oleh perubahan istilah dan kebijakan, Mahad Al-Zaytun tetap tenang menapaki jalannya sendiri. Dari tanggal 18 hingga 25 Juni 2025, institusi pendidikan ini melaksanakan agenda tahunan: Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk jenjang PAUD, MI, dan MTs.

Sementara publik disuguhkan dengan istilah baru "SPMB" (Sistem Penerimaan Murid Baru) yang digunakan oleh Kementerian Pendidikan tahun ini, menggantikan istilah lama PPDB. Padahal istilah SPMB telah digunakan tahun 2001 -2008 tapi dengan kepanjangan yang berbeda yaitu Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru. Sedangkan Al-Zaytun sejak awal berdiri memilih untuk tetap menggunakan istilah PPDB dengan konsisten. Keputusan ini bukan sekadar soal mempertahankan nama, tetapi mencerminkan prinsip kestabilan dan kontinuitas dalam pengelolaan pendidikan.

Konsistensi ini bukan stagnasi. Dalam praktiknya, Mahad Al-Zaytun terus menyempurnakan mekanisme penerimaan. Inovasi yang muncul pada masa pandemi covid 19 menjadi tonggak perubahan signifikan. Ketika sebagian besar lembaga pendidikan ragu membuka sekolah, Al-Zaytun tetap melangkah dengan percaya diri—menerima peserta didik baru secara offline dan menjalankan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat.

2. Efisiensi yang Teruji, Sistematis, dan Ramah terhadap Wali Santri

Adaptasi sistem penerimaan di masa pandemi justru menjadi fondasi efisiensi yang kini terus dilestarikan. Sebelumnya, proses PPDB bisa memakan waktu hingga lima hari. Kini, hasil seleksi langsung disampaikan pada hari yang sama oleh pewawancara. Dalam satu hari, wali santri bisa menyelesaikan seluruh proses, dari administrasi hingga hasil kelulusan. Efisiensi waktu dan biaya ini menjadi bentuk nyata dari komitmen Al-Zaytun terhadap pelayanan yang manusiawi dan solutif.

Proses PPDB dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pendaftaran secara daring melalui website Al Zaytun dan pembayaran biaya administrasi. Jadwal kedatangan peserta disusun berdasarkan wilayah asal untuk memastikan kelancaran dan menghindari kepadatan. Setiap pagi, briefing dilakukan di Pendopo oleh ketua panitia, memberikan arahan teknis dan evaluasi berkala bagi seluruh petugas. Pesan khusus dari Syaykh dan Ketua Yayasan Pendidikan Islam (YPI) juga disampaikan kepada para penguji, memperkuat semangat dan orientasi pelayanan.

Setibanya di lokasi, calon santri dan wali memulai dari meja administrasi. Di sana, berkas-berkas diverifikasi—mulai dari formulir, akta lahir, KK, KTP orang tua, hingga rapor dan surat pindah bagi santri MI. Setelah administrasi lengkap, calon santri menjalani tes kesehatan menyeluruh, termasuk rontgen toraks, tes Mantoux (untuk santri MI), tes urine, hingga pemeriksaan psikologi dan buta warna. Hasilnya menjadi dasar diterbitkannya surat sehat sebagai syarat melanjutkan tahapan berikutnya.

3. Wawancara, Akademik, dan Tradisi yang Membangun Karakter

Tahap wawancara menjadi momen penting yang bukan sekadar menggali informasi, tetapi juga membangun hubungan awal antara Mahad dan keluarga calon santri. Wawancara dilakukan oleh dua pewawancara—eksponen yayasan/guru senior dan guru terhafap calon santri serta kedua orang tuanya. Bila salah satunya tidak hadir wajib membuat surat kuasa atau peraetujuan menyekolahkan anaknya di Al Zaytun. Apabila kedua orang tua berhalangan hadir, mereka wajib mengirimkan surat kuasa kerabatnya atau koordinator walibsantri yang mendampinginya. Keterlibatan keluarga dalam tahap ini menunjukkan komitmen bersama dalam mendidik generasi.

Pertanyaan wawancara mencakup alasan memilih Al-Zaytun, riwayat dan potensi anak, serta kesiapan mengikuti tata tertib Mahad. Wawancara santri menyoroti motivasi belajar, kebiasaan, hobi, hingga mendrteksi apakah pernah merokok. Ini sebuah proses penelusuran karakter yang mendalam.

Setelah itu, calon santri mengikuti tes qiraah dan tahfidz Juz Amma (untuk MTs), serta tes akademik. Lalu, wali santri menandatangani surat kesiapan mengikuti aturan Mahad dan akad kesepahaman dengan yayasan, disusul dengan pembayaran biaya pendidikan. Terakhir, santri diantar orang tuanya hingga ke bus jemputan menuju asrama—momen simbolik yang menandai awal perjalanan spiritual dan intelektual mereka.

Semua tahapan ini diselesaikan sebelum pukul 17.00 WIB, menunjukkan betapa tertib dan sistematisnya proses penerimaan di Mahad Al-Zaytun. Lebih dari sekadar kegiatan administrasi, PPDB di Al-Zaytun telah menjadi tradisi pendidikan yang membentuk watak, disiplin, dan kedekatan emosional antara lembaga dan wali santri.

Epilog: Konsistensi dalam Arus Perubahan

Dalam arus deras perubahan nomenklatur dan kebijakan pendidikan nasional, Mahad Al-Zaytun berdiri tegak sebagai contoh konsistensi adaptif. Ia bukan hanya mempertahankan nama PPDB, tapi membuktikan bahwa inovasi tidak harus selalu berarti perubahan istilah. Substansi lebih utama dari simbol.

Dengan mengedepankan sistem yang efisien, transparan, dan menyeluruh, Al-Zaytun menghadirkan proses penerimaan yang ramah, terstruktur, dan penuh makna. Ini bukan hanya soal menerima siswa baru, tetapi membangun pondasi awal bagi tumbuhnya insan-insan berkarakter dalam suasana yang tenang, teratur, dan berorientasi pada masa depan.

Al-Zaytun membuktikan bahwa pendidikan tidak hanya bisa berlangsung di tengah krisis, tapi juga bisa berkembang melalui krisis. Dalam labirin sistem pendidikan yang berubah-ubah, Al-Zaytun adalah peta yang menunjukkan jalan keluar: jalan konsistensi, integritas, dan inovasi yang bermakna.