lognews.co.id, Makassar — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang dikenal dengan PP Tunas, diharapkan mampu menekan peredaran konten perundungan di media sosial dan ruang digital secara signifikan. Pernyataan ini disampaikan Meutya dalam kegiatan Fasilitas Literasi Digital untuk Perempuan, Anak, dan Komunitas yang digelar di Makassar, Senin (16/6).
Menurut Meutya, data menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang menjadi korban perundungan daring. Sebanyak 48 persen anak-anak pengguna media sosial mengalami perundungan, sementara sekitar 80.000 anak di bawah usia 10 tahun terpapar konten judi online. Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah yang mendorong penerapan PP Tunas sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi generasi muda dari dampak negatif dunia digital.
“Data ini bukan sekadar angka, melainkan isu besar yang akan berdampak pada masa depan anak-anak kita. Kita tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana ruang digital merusak mereka,” ujar Meutya.
PP Tunas mengatur kewajiban penyelenggara sistem elektronik (PSE) seperti platform media sosial, game online, situs web, dan layanan keuangan digital untuk melakukan literasi digital, menyaring konten berbahaya, serta melarang profiling anak untuk tujuan komersial. Dalam pelaksanaannya, Kominfo aktif melakukan penindakan dengan segera melakukan take down konten negatif setelah menerima laporan dari masyarakat.
Meutya juga mengajak seluruh pihak, terutama orang tua, untuk berperan aktif dalam menjaga keamanan anak-anak saat berselancar di dunia maya. Ia menekankan bahwa perlindungan digital tidak hanya tanggung jawab platform dan pemerintah, tetapi juga keluarga sebagai garda terdepan.
“Pemerintah memberikan aturan untuk menunda usia anak masuk ke platform media sosial, tetapi edukasi di rumah juga harus dilakukan oleh para orang tua. Anak-anak belum sepenuhnya bisa memahami bahaya di internet, sehingga pendampingan orang tua sangat penting,” jelas Meutya.
Selain itu, Menkomdigi menegaskan bahwa pihaknya telah meminta platform media sosial untuk proaktif menghapus konten negatif dan telah menetapkan batas waktu maksimal untuk take down konten, mulai dari 4 hingga 24 jam. Meskipun saat ini sanksi tegas terhadap pelanggaran masih dalam tahap persiapan, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan pemanggilan kepada platform agar mematuhi aturan.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, juga mendukung langkah ini dan meminta agar pemerintah memberikan sanksi tegas kepada platform yang melanggar PP Tunas. Ia mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan pelanggaran demi terciptanya ekosistem digital yang aman dan sehat bagi anak-anak.
PP Tunas menjadi regulasi penting yang menjawab kebutuhan zaman dengan memastikan penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab dan berpihak pada kepentingan terbaik anak-anak Indonesia. Melalui kolaborasi antara pemerintah, platform digital, sekolah, dan keluarga, diharapkan ruang digital dapat menjadi tempat yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. (Amri-untuk Indonesia)


