lognews.co.id, Madinah – Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah mencatat bahwa reaksi stres akut dan gangguan penyesuaian diri menjadi diagnosis terbanyak pada pasien jemaah haji gelombang 1 sejak awal Mei ‘25, meski penyakit fisik seperti jantung, hipertensi, dan diabetes masih mendominasi, kasus stres dan gangguan penyesuaian diri juga menjadi perhatian serius bagi petugas kesehatan di Daerah Kerja (Daker) Madinah. (12/5/’25)
Menurut dr. Kusufia Mirantri, Sp.KJ, dokter spesialis jiwa di KKHI Madinah, tekanan fisik, perubahan lingkungan drastis, kelelahan, serta perpisahan dari keluarga menjadi pemicu utama stres pada jemaah, terutama lansia dan mereka yang memang rentan.
"Banyak jemaah mengalami kesulitan beradaptasi, yang bisa muncul sebagai gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis," ungkapnya. dr. Kusufia atau dr. Upi menekankan pentingnya deteksi dini agar ibadah tidak terganggu.
Berikut tanda-tanda yang perlu diwaspadai:
1. Perubahan perilaku mencolok, misalnya tidak ceria dan menjadi mudah tersinggung atau menarik diri.
2. Gangguan tidur seperti insomnia, sering terbangun, atau tidur tidak nyenyak.
3. Kecemasan berlebihan, misalnya takut keluar kamar, takut ke masjid, atau panik di keramaian.
4. Disorientasi, yakni kebingungan terhadap tempat, waktu, atau orang di sekitar.
5. Perubahan mood drastis, tiba-tiba marah atau tiba-tiba sedih tanpa sebab jelas.
Apa yang Harus Dilakukan?
Jika tanda-tanda tersebut muncul, pendamping atau rekan jemaah diimbau tidak mendiagnosis sendiri. Langkah awal adalah mendekati jemaah dengan empati, mendengarkan keluhan, dan membantu penyesuaian diri, misalnya dalam penggunaan fasilitas.
Segera laporkan ke ketua rombongan atau Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK) untuk penanganan lebih lanjut. Deteksi dan penanganan dini sangat penting agar gangguan kejiwaan tidak mengganggu kekhusyukan ibadah. Dengan dukungan dan intervensi tepat, jemaah bisa kembali fokus beribadah dan menjaga kesehatan mental selama di Tanah Suci. (Amri-untuk Indonesia