lognews.co.id, Jakarta - Kuasa hukum Syekh Panji Gumilang dan Mahad Al Zaytun, Hendra Effendi mengumumkan resminya pencabutan laporan perkara pidana dan perdata terhadap kliennya pada saat melakukan preskonfrens di bareskrim polri Jakarta Pusat pada (19/09/2023).
Saat wartawan menanyakan perihal perdamaian yang dilakukan baru sekarang, Hendra menjelaskan dalam pencabutan laporan sebenarnya sudah dilakukan, pencabutan pelaporan atas Ihsan Tanjung tepatnya dilakukan pada tanggal 21 Agustus, Kurniawan pada tanggal 25 Agustus, dan Ihsan Abdul Gani diproses tanggal 8 bulan September 2023.
Saling cabut laporan tersebut sebagai bentuk perdamaian dan saling memaafkan dengan beberapa pelapor serta tergugat dalam perkara perdata yang kemudian disampaikan kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai laporan.
Terkait perdamaian yang dilaksanakan, bukan saja untuk kasus pidana yang dimana ketiga pelapor, tetapi juga terkait dengan perkara perdata antara Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Syekh Abdussalam Panji Gumilang selaku penggugat ‘Perbuatan melawan hukum’ dan Buya Anwar Abbas selaku tergugat serta Majelis Ulama Indonesia sebagai turut tergugat.
“Gugatan perdata tersebut telah di cabut dan perdamaian telah dilakukan antara kedua belah pihak,” kata Hendra.
Di mana surat pernyataan perdamaian tersebut telah ditanda tangani oleh para pihak yakni Buya Anwar Abbas dan Dr Ihsan Abdullah SH MH selaku wakil dari Majelis Ulama Indonesia, juga Dr Ihsan Tanjung SH MH selaku Pelapor.
“Pada akhirnya Klien kami menyampaikan bahwa semua kita tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan manusiawi, walau telah menjadi objek dan atau sasaran hingar bingar di dunia maya, terlepas dari salah dan benar yang hanya hak Allah semata mata untuk menentukannya,” bebernya
Mesikapi kabar mengenai Syaykh Panji Gumilang dan Pondok Pesantren Al Zaytun, diakui Hendra ada keanehan dengan pemberitaan yang ada, padahal selama 24 tahun, pondok pesantren AL Zaytun sebagai lembaga pendidikan yang selama 24 tahun telah mendidik anak bangsa, agar menjadi bangsa Indonesia yang baik, berkarakter dan menjunjung tinggi serta mengamalkan dasar negara Pancasila.
“Sesuai dengan motto Pondok Pesantren ‘Pusat pendidikan, dan pusat pengembangan budaya toleransi dan perdamaian’,” tandasnya.
Hendra menyebut kondisi tersebut sebagai konsekuensi dari berkembang pesatnya teknologi informasi, tanpa di ikuti oleh kesadaran digital di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Wajarlah bila kemudian terjadi keberlebihan di dunia maya, seperti hoaks, ujaran kebencian, fitnah dan lain sebagainya melalui sosial media yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam keseharian masyarakat segala usia di dunia.
Dan untuk mengantisipasi derasnya arus informasi ini, pada tahun 2003 yang lalu Pondok Pesantren Alzaytun telah menghadirkan konsep pembelajaran Information and Comunication Tenchnology.
Yakni International Computer Driving Licence (ICDL), dengan tujuan utama agar santri dan alumni Alzaytun “Digital literate” dan sanggup hidup sehat ditengah derasnya informasi. (Amr-untuk Indonesia)


