Wednesday, 17 December 2025

PILKADA 2024 DAN KEMISKINAN INDRAMAYU TERTINGGI DI JAWA BARAT 2023

User Rating: 3 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar InactiveStar Inactive
 

 

 

 

 

Oleh : H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan

Pilkada Indramayu 2024 selain kontestasi politik bersifat elektoral harus diarahkan ke level adu gagasan bagaimana solusi dan "roadmap" atau rute jalan rangkaian kebijakan dikonstruksikan secara terukur untuk mengatasi tingkat kemiskinan di Indramayu.

Indramayu sebagai daerah lumbung padi "tertinggi" secara nasional tapi justru berbanding terbalik tingkat kemiskinannya "tertinggi" (12,31%) dibanding 27 kab/kota di Jawa barat menurut data BPS (badan pusat statistik) Jawa barat tahun 2023, sungguh memalukan.

Pilkada sebagai jalan politik mengutip pandangan pemikir politik modern Francis Fukuyama adalah "jalan mulia dan beradab" dan dalam pandangan "moral" politik Imam Al Mawardi "Tashorruful imam 'ala Al roiyah, manutun bil maslahah", jalan kepemimpinan politik untuk maslahat publik.

Dalam konteks itulah pilkada Indramayu 2024 sebagai jalan politik "mulia dan beradab" harus diletakkan dalam dua prinsip "kemuliaan dan keadaban" politik sekaligus, yaitu :

Pertama, pilkada dalam prinsip negara demokrasi bukan sekedar "ritual politik" lima tahunan melainkan pelaksanaan prinsip "Vox populi Vox die", suara rakyat suara tuhan. Artinya "suara tuhan" tidak dikorupsi dan tidak "diakali", harus diletakkan secara bebas tanpa intimidasi atas nama apapun dan siapa pun dalam menentukan pilihan politik.

Nilai nilai substansi politik dan etika moral bernegara tidak boleh "dikorbankan" hanya untuk merebut kekuasaan dengan "segala cara". Kuasa politik tidak boleh "disiasati" untuk "menabrak" nilai nilai penuntun Pancasila, "menekuk nekuk" nilai dan moralitas aturan bernegara.

Kemenangan dalam kontestasi politik elektoral "diluar" jalan kemuliaan dan keadaban politik di atas dalam teori Oligarkhi politik Jeffry Wonters ibarat menampung "air air kotor" kelak dialirkan pipa pipa birokrasi hanyalah menyesakkan dada di ruang ruang privat publik.

Kedua, dalam jalan kemuliaan dan keadaban politik itu pula siapa pun kelak pemenang "hati rakyat" dalam kontestasi pilkada Indramayu 2024 harus mampu mengkonstruksi rute jalan mengentaskan kemiskinan dalam seluruh rangkaian kebijakan politiknya.

Persoalan kemiskinan tidak boleh hanya dipandang soal angka "statistik" melainkan mengutip Sutjipto Wirosardjono, maestro ahli statistik Indonesia adalah sebuah pesan seberapa besar tingkat "rasa malu" pejabat bertanggungjawab atas titipan suara yang dimandatkan dalam pilkada

Kemuliaan pejabat politik bukan berapa banyak dapat penghargaan, bukan berapa jumlah "kouta" pujian yang diterimanya dan bukan berapa kali "viral" foto foto selfi bagi bagi bansos melainkan seberapa mampu ia mengentaskan "kemiskinan" rakyat yang dipimpinnya. 

Problem kemiskinan itulah "hulu" dan "titik pangkal" dari seluruh problem peradaban bangsa karena indeks pendidikan dan kesehatan berkait dan bertali temali dengan akar problem kemiskinan rakyat. 

Wassalam.