Saturday, 13 December 2025

Memetik Hikmah dari Duka: Tahlilan sebagai Perekat Guyub Warga Indramayu

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh Wiena Safitri dan Ali Aminulloh 

lognews.co.id - Indramayu, 10 Desember 2025 — Suasana duka bercampur haru memenuhi kediaman Ustadz Haryanto Mardhoni di Blok Nambo, Desa Gantar, Indramayu. Pada Rabu malam, 10 Desember 2025, sejumlah warga memadati rumah itu, hadir untuk mengikuti acara tahlilan hari ke-7 atas wafatnya putra beliau.

Kursi-kursi terisi penuh oleh hadirin dari berbagai latar belakang profesi, mulai dari dosen, guru, karyawan, petani, hingga ibu rumah tangga dan pemuda desa. Kehadiran massal ini bukan sekadar pemenuhan undangan, melainkan sebuah penanda keguyuban dan persatuan yang kental dalam komunitas tersebut. Mereka datang tidak hanya untuk mendoakan almarhum yang baru berusia 11 tahun, tetapi juga memberikan dukungan moral yang tak ternilai bagi Ustadz Haryanto dan keluarganya.

Solidaritas dalam Musibah

Tragedi yang menimpa keluarga ini terjadi pada awal Desember 2025, ketika putra mereka wafat saat sedang berwisata. Sebuah musibah yang mendalam, mengingatkan bahwa kematian adalah siklus tak terhindarkan bagi setiap makhluk hidup.

Namun, di balik duka, fenomena solidaritas langsung terlihat. Tak lama setelah prosesi pemakaman usai, saudara, tetangga, dan teman-teman dari keluarga yang berduka segera datang silih berganti. Mereka membawa berbagai macam bantuan: makanan, minuman, tenaga, uang, hingga meminjamkan peralatan seperti piring, gelas, tikar, dan kursi. Seluruh keperluan tahlilan pun dapat terselenggara dengan lancar tanpa membebani keluarga yang tertimpa musibah.

Di Indramayu, tradisi tahlilan umumnya dilaksanakan setiap hari, dari hari ke-1 hingga hari ke-7 setelah kematian. Dalam acara-acara tersebut, tampak jelas bagaimana musibah justru menjadi katalis. Terlepas dari kontroversi dalam aspek fikih—apakah tradisi ini dikategorikan sebagai sunnah atau bid'ah—tradisi ini tetap dipertahankan dan berjalan damai. Duduk bersama memanjatkan doa, serta memberikan dukungan moral, tahlilan ternyata menjadi budaya yang mampu menyatukan kaum kerabat dari berbagai golongan.

Tahlilan: Nilai Religius, Fungsi Sosial

Tradisi tahlilan adalah kegiatan doa bersama umat Muslim di Indonesia yang secara spiritual bertujuan mendoakan orang yang telah wafat. Tradisi ini menggabungkan ajaran dzikir Islam dengan budaya lokal yang sudah memiliki tradisi selamatan kematian. Kegiatan ini biasanya berisi pembacaan Surah Yasin, rangkaian dzikir (tahlil, tahmid, takbir, shalawat), serta doa arwah.

Kisah di Desa Gantar ini menegaskan kembali adagium lama: _Mashaibu qaumin fawaid_ (Musibah bagi suatu kaum/seseorang, pasti ada faidah atau hikmah yang didapatkan). Allah tidak menciptakan sesuatu itu sia-sia, termasuk kematian. Tinggal bagaimana kita membangun pola pikir yang tepat.

Lebih dari sekadar ritual keagamaan, tahlilan bertransformasi menjadi sarana sosial yang kuat. Ini adalah momen untuk:

Menguatkan Ikatan Warga: Kebersamaan dalam duka menguatkan tali silaturahmi antar-individu.

Mewujudkan Gotong Royong: Dukungan moril dan materiel dari masyarakat meringankan beban keluarga yang sedang berduka.

Penguatan Spiritual: Tahlilan memberikan penguatan batin bagi keluarga yang ditinggalkan, mengingatkan akan hakikat kehidupan dan kematian.

Pada akhirnya, musibah yang menimpa keluarga Ustadz Haryanto ini membawa hikmah mendalam. Kematian, meskipun menyisakan duka, sejatinya membuka pintu bagi solidaritas yang lebih besar. Tradisi tahlilan, dengan perpaduan nilai ibadah dan budaya lokal, terbukti menjadi pilar budaya yang mampu menguatkan harmoni sosial dan menyatukan umat dari berbagai golongan di Indramayu. Alhamdulillah.